“JANGAN ADA YANG TENGOK KANAN KIRI! SEMUANYA TUNDUK!” teriakan itu berulang kali masuk ke gendang telingaku, tapi apa peduliku?
“HEH! AKU BILANG TUNDUK! BUDEG ATAU APA SIH?!” teriak kaka
tingkatku yg segera melangkah mendekatiku, aku balas menatapnya yg sudah sedari
tadi menatapku garang,
“OH BERANI NGELIATIN AKU BALIK?! HAHAHA, GUYS, LIATIN DEH!
BARU JADI JUNIOR UDAH BERANI NGELIATIN AKU GINI!” serunya dan tak lama setelah
itu teman-temannya sudah berdatangan untuk mengelilingiku.
“Siapa nama kamu?!” tanya salah seorang dari mereka
“Carlynda” aku menjawab dengan santai
“BERANI NGEJAWAB KAMU?!” teriak yg lainnya
“kalo orang nanya itu ya dijawabkan?” aku menyahut sekenanya
“HEH! MANA KAKA PENDAMPINGNYA INI?!”
“Ada kak ada” sahut kaka pendampingku
“URUSIN NIH ANAK BUAH KAMU YANG SATU INI!” mereka seketika
bubar
“Jangan seperti tadi lagi ya” pinta kaka pendampingku dengan
lembut
“Iya, maaf ya” aku menjawab sambil menatapnya
“Tak apa” ia menjawab dengan senyum manisnya
Oh, senyuman itu yg sudah membuat aku semakin jatuh cinta
padanya, bahkan sebelum aku melihat senyumnya pun, aku sudah terlebih dahulu
jatuh cinta padanya.
Oh iya,
kenalin, aku Carlynda Angela McCan, orang-orang sering memanggilku Carlynda,
aku baru saja memasuki jenjang kuliah dan tentang kakak pendampingku tadi, aku
jatuh cinta padanya saat baru pertama kali melihatnya, saat itu aku tengah
sibuk mencari kelompokku untuk masa orientasi, tak sengaja aku melihatnya dan
saat itu juga aku terpesona akan dirinya. Aku segera berdo’a pada Tuhan agar ia
menjadi kaka pendampingku nanti dan dengan segala kebaikan-Nya, Tuhan
mengabulkan do’aku, how lucky I am!
“Carlynda?”
Lamunanku terbuyarkan seketika saat sebuah tangan
melambai-lambai didepan wajahku.
“Ah iya?” tanyaku saat sudah sadar sepenuhnya dari
lamunanku,
“Waktunya makan, ayo” kata kakak pendampingku ini, masih
dengan nada yg lembut
“Ah, iya kak” aku mengikuti langkahnya
“Panggil saja Justin” ucapnya lagi
“I-iya Just” ucapku, diam-diam dibelakangnya aku
menyunggingkan sebuah senyuman kebahagiaan.
~
“Hai” sapa Justin saat kami tak sengaja berpapasan
“Hai” sahutku dan memberikannya senyuman termanisku
“Mau ke mana?” tanya Justin, padahal aku baru saja ingin
bertanya dia mau kemana
“Kantor” aku menjawab tanpa menghilangkan senyumku
“Oh, sama dong. Mau bareng?”
“Bukannya dari tadi kita secara tak sengaja sudah barengan?”
“Haha, iya yah. Mau ngapain ke kantor, Carls?”
“Ini, ngumpul tugas” jawabku sambil melirik tugas
ditanganku,
“Telat ya ngumpulnya jadi cuma bawa punya kamu?” tebak
Justin, yg sialnya tepat banget
“Hehe” aku cuma bisa nyengir dengan wajah konyol
dihadapannya
“Emangnya tugas apa?” tanyanya lagi, kalo aja yg lagi nanya
dari tadi ini bukan Justin, sudah aku pastikan, aku akan katakan kalo dia itu
banyak tanya. Tapi, karna yg ada dihadapanku ini Justin, aku tak akan katakan
kalau dia banyak tanya, malahan aku senang karna aku jadi bisa dekat sama
Justin.
“Bikin lagu, kelamaan cari inspirasi. Hehe”
“Oh? Boleh liat?” pinta Justin, aku mengangguk sembari
memberikan kertas laguku
“Bagus, bagus banget malahan” puji Justin yg masih melihat
karyaku
“Makasih Justin” kataku dengan wajah yg sudah dipastikan
merah
“Lain kali, kalo ada tugas membuat lagu lagi, panggil aja
aku ya” ucap Justin dan menyerahkan kembali tugasku.
“Tapi-“
“Engga apa-apa kok, aku juga suka bikin lagu” sela Justin
saat aku ingin menolaknya tawarannya
“Makasih ya”
“Iya, yaudah, aku ke sana dulu ya” ucap Justin setelah kami
sudah memasuki kantor. Aku mengangguk dengan senyuman yg selalu tersampir
diwajahku saat bersamanya.
~
Tak
terasa sekarang aku sudah naik tingkat, selama hampir 1 tahun ini aku cukup banyak
meluangkan waktu bersama Justin, ia selalu membantuku saat dosen memberi tugas
membuat lagu, mengingat aku dan Justin ada dalam satu jurusan yang sama, yaitu
jurusan seni, membuat kami sering bertemu. Tentang perasaanku pada Justin,
masih sama, aku masih mencintainya meski tak pernah ku ungkapkan, tak apa, aku
sudah cukup bahagia saat ini, asal ia selalu ada disekitarku, aku sudah tenang.
~
“Carlynda,
sore nanti jadi kan?” tanya Justin saat
aku berada dikantin bersama teman-temanku.
“Oh? Tentu!” jawabku dan mengangguk padanya.
“Oke” sahut Justin sambil mengacungkan jempolnya dan berlalu
pergi
“Ehm, ada yg mau jalan nih nanti sore” goda Alliana yg
berhasil membuatku salah tingkah
“Ayolah Carls! Mau sampai kapan begini terus?” tanya Laura
gemas
“Apaan yg mau sampai kapan?” tanyaku heran
“Oh Tuhan, berikan sahabatku ini sedikit kecerdasan!” Laura
mengangkat tangannya berdo’a pada Tuhan, aku hanya mengernyitkan keningku
heran.
“Kau sudah 1 tahun kan jatuh cinta pada pangeranmu?” tanya
Alliana, aku mengangguk tanda membenarkan ucapannya.
“Nah, kau mau berapa lama lagi memendam perasaanmu itu?”
kini giliran Laura yg bertanya.
“Entahlah” aku menggedikkan bahuku, mengatakan secara tidak
langsung bahwa aku tidak tau.
~
Aku
sudah tiba ditaman tempat aku bertemu Justin sore ini, mungkin Justin belum
datang, aku memilih duduk dikursi taman sambil menunggu Justin.
“Hai” sapa seseorang saat aku baru saja duduk
“Oh, hai Justin” aku balas menyapa Justin
“Sudah lama ya?” tanya Justin, ia mengambil tempat duduk
tepat disampingku.
“Tidak, aku juga baru sampai” jawabku dan menatapnya dengan
senyuman
“Jadi, kau sudah punya objek untuk gambaranmu hari ini?”
tanya Justin lagi, ia balas menatapku, aku mengerucutkan bibirku, berhenti
memandangnya dan menggelengkan kepalaku.
“Bagaimana kau menggambar aku yg juga sedang menggambar?”
usul Justin sambil memainkan alisnya, kebetulan kami mendappat tugas yg sama,
yaitu menggambar
“Ide yg tidak buruk. Hahahaha” ucapku
“Okay, apalagi yg ditunggu? Let’s drawing!” seru Justin
Sekitar
hampir 1 jam berkutat dengan pensil dan kertas gambar, akhirnya tugas kami
selesai. Aku tersenyum puas atas hasil gambaranku, tiba-tiba Justin merebut
gambaranku dan memandanginya, seperti sedang menilai-nilai gambaranku.
“Gambar yg tidak buruk” ucap Justin mengikuti nada bicaraku
saat menyebut idenya tadi tidak buruk, aku hanya menanggapinya dengan kekehan.
“Carls?” panggil Justin yg membuatku berhenti terkekeh dan
kembali menatapnya
“Ya?”
“Aku boleh bertanya sesuatu?” tanya Justin, kali ini ia
terlihat serius
“Ya, apa?” tanyaku balik
“Apa kau memiliki kekasih?”
Aku terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Justin, aku
tersenyum menanggapi pertanyaannya.
“Belum” aku menjawab singkat dan Justin langsung menolehkan
kepalanya, menatapku,
“Kenapa?”
“Aku masih menunggu seseorang” ucapku tanpa memandangnya,
aku masih tersenyum dan menundukkan kepalaku sejenak
“Menunggu? Sudah berapa lama?” Justin terlihat tertarik
dengan obrolan ini, bahkan ia menghadapkan badannya kearahku
“Kau ini ingin tau sekali” sungutku
“Hahahaha, yaaa kalau kau tak keberatan” ia mengangkat kedua
bahunya. Aku menimbang-nimbang permintaannya sebentar.
“Yah, baiklah” akhirnya kalimat itu keluar dari mulutku, ku
lihat mata Justin g terlihat berbinar, aku kembali pada posisiku semula
“Sudah 1 tahun-“
“APA?!” Justin memekik tak percaya
“Justin, kau percaya tidak dengan cinta pada pandangan
pertama?” aku bertanya sambil menoleh ke arahnya yg sudahh menghadap ke arahku
dengan sempurna.
“Ya, aku percaya, karna cinta bisa datang kapan saja, tak
terkecuali saat kau melihatnya pertama kali” jawab Justin, aku kembali
tersenyum dan menghadapkan wajahku
kembali ke depan.
“Aku juga percaya akan hal itu. Karna kini aku merasakannya.
Ya, apa yg ada dipikiranmu benar Justin, aku mencintainya sejak pertama kali
melihatnya”
“Kau mau menceritakannya padaku?” pinta Justin lembut, aku
mengangguk tanpa memandangnya.
“Saat itu aku tengah sibuk dengan kegiatanku, tak sengaja
pandanganku terhenti padanya, ia begitu mempesona. Entah kenapa, rasanya
seperti ada kupu-kupu yg berterbangan diperutku kala itu. Aku berdo’a pada
Tuhan agar aku bisa mengenalnya dan Tuhan mendengar do’aku, Ia sunggu berbaik
hati padaku, Ia mengabulkan do’aku, aku dapat mengenal lelaki itu. It’s makes
me so happy” aku menceritakan kejadian saat pertama kali jatuh cinta pada
Justin dengan senyuman yg semakin mengembang diwajahku.
“Semakin hari, aku semakin dekat dengannya. Ia benar-benar
baik hati padaku, juga pada orang lain. Tapi, aku merasakan ada yg berbeda
setiap ia memandangku, entah ini hanya
perasaanku saja atau apa. Aku tidak ingin cepat-cepat mengambil kesimpulan
bahwa ia memiliki perasaan yg sama seperti yg ku rasakan padanya. Ia sangat
baik pada semua orang. Aku tidak ingin terlalu percaya diri untuk mengatakan
bahwa ia memiliki perasaan yg sama seperti apa yg ku rasakan. Tapi, aku juga
terlalu takut untuk menghadapi kenyataan
kalau ia tidak memiliki perasaan yg sama denganku. Mungkin jika orang-orang
mendengar ceritaku ini, ia akan memberi saran, ‘ungkapkan saja, setidaknya itu
membuatmu lega karna telah menyampaikan perasaanmu padanya selama ini’, tapi
sekali lagi aku katakan, aku takut menghadapi kenyataan jika ia tidak memiliki
perasaaan yg sama denganku. Segala perhatian yg ia berikan pun berhasil
membuatku melayang dan sekali lagi Justin, ak mengatakan ini” sejenak aku
menatap Justin yg juga tengah menatapku dengan tatapan ingin tau.
“Aku takut jika perhatiannya yg seperti itu bukan hanya
untukku. Tapi, juga untuk orang lain, mungkin aku saja yg tidak tau. Aku
mungkin pengecut, terlalu takut mengatakan padanya bahwa aku menyayanginya, aku
ingin memilikinya. Mungkin aku terlalu takut untuk mendengar jawabannya yg bisa
saja tidak sesuai dengan harapanku. Tapi tak apa, it’s real me, Justin, with
everything I have. Dan hari ini, tepat 1 tahun semenjak aku menjatuhkan hatiku
padanya, tak pernah sekalipun ku ungkapkan padanya, tapi aku membiarkan mataku
yg berbicara. Kau tau kan, Just? Mata tak pernah berbohong, sekalipun tak akan
pernah” kembali ku tatap Justin yg masih setia mendengar ceritaku, Justin
tersenyum dan mengangguk setuju atas perkataanku tadi dan senyum itu juga
tercetak diwajahku, ku tatap mata indahnya sejenak dan kembali pada posisiku
semula.
“Entah sampai kapan perasaan ini akan bersarang dihatiku,
sudah memakan waktu 1 tahun dan ia belum juga tau tentang perasaaanku. Hati
manusia bisa saja kan berubah-ubah, aku tak akan tau apa yg akan terjadi pada perasaanku
besok, lusa, 1 minggu ke depan, 1 bulan yg akan datang, 1 tahun yg akan datang,
atau bahkan 10 tahun yg akan datang? Aku tak akan tau, bisa saja aku bertemu
lelaki lain dan jatuh cinta padanya atau aku tetap menunggu lelaki itu sampai
ia sadar bahwa ada aku disini, menunggunya tanpa rasa lelah. Tapi, untuk hari
ini, untk jam ini, untuk menit ini, untuk detik ini, untuk sore ini dan untuk
waktu ini, aku masih dengan mantap mengatakan bahwa aku masih mencintainya
setulus hatiku dan aku berharap ia akan segera tau tentang perasaanku, mungkin
setelah ia tau ia akan membalas perasaanku?” aku kembali menoleh ke arah Justin
seolah memberi pertanyaan padanya,
“Ya, aku selalu berharap yg terbaik untukmu, Carls. Kau tau,
Carls? Aku sudah banyak mendengar wanita mengatakan bahwa lelaki itu tidak
peka, tidak sadar kalau mereka, ‘para wanita’, mencintai para lelaki. Tapi,
terkadang juga ada Carls, lelaki yg memang sadar kalau seorang wanita tengah menyukainya,
tapi ia memilih diam karna ia ingin tau seberapa jauh wanita itu memerlukannya.
Kau paham kan?” tanya Justin setelah ia menjelaskan bagaimana kemungkinan isi
hati para lelaki.
“Ya, aku paham. Terimakasih sudah memberitauku” ucapku
berterimakasih pada Justin.
“Emm, kalau boleh aku tau, siapa nama lelaki beruntung yg
sudah membuat seorang Carlynda jatuh cinta pada pandangan pertama?” kembali
Justin terlihat sangat ingin tau, tapi tak masalah, aku suka pancaran matanya
ketika ia ingin tau sesuatu.
“Kau yakin benar-benar ingin tau?” aku bertanya untuk
memastikan apakah ia benar-benar ingin tau. Apakah aku harus mengatakannya
sekarang? Aku memikirkan apa kata Justin tadi, apa Justin sudah sadar kalau orang yg ku maksud dalam ceritaku tadi adalah ia?
Dan kalaupun Justin sudah sadar bahwa orang itu adalah dia, apa benar ia hanya
ingin tau seberapa jauh aku memerlukannya?
“Ya, aku ingin tau, sangat ingin!” seru Justin penasaran
“Baiklah” aku menarik nafas sejenak untuk menetralisir
kemungkinan yg mungkin saja terjadi setelah aku mengatakan ini.
“Namanya-“
“Justin?” suara seorang wanita membuat kalimat yg sudah
ingin ku ucapkan kembali tertelan.
“Jennifer?” Justin menoleh ke arah sumber suara, begitupun
aku.
“Hai sayang, apa yg kau lakukan disini? Oh hai Carls!” sapa
kak Jennifer saat ia melihat keberadaanku.
“Hai kak” aku menyapanya balik dengan senyum canggung,
bagaimana tidak canggung, aku tengah bersama kekasihnya ditaman ini!
“Aku sedang mengerjakan tugasku, Mr. Herrich memberikan
tugas menggambar dan tak disangka-sangka, Carlynda juga diberi tugas yg sama,
jadi kami memutuskan untuk menggambar bersama” jelas Justin.
Kak
Jennifer berbeda jurusan dengan Justin, sudah pasti tugas yg diberi dosen pun
berbeda. Aku percaya, kak Jennifer tidak akan berpikiran yg tidak-tidak tentang
kami, karna ia tau bahwa aku sering terlambat mengumpul tugas karna terlalu
lama mencari inspirasi, jadi ia tau kalau Justin sering membantuku mencari
inspirasi. Aku cukup dekat dengan kak Jennifer, selain karna ia kekasih Justin,
ia juga tetanggaku.
“Kau mau ke mana, sayang?” tanya Justin pada kak Jennifer.
Tak perlu ditanyakan apakah hatiku hancur lebur melihat ini,
tak apa, aku sudah biasa melihatnya, hatiku masih cukup kuat untuk menahan sakit ini.
“Aku ingin ke cafe di seberang jalan sana, tapi tak sengaja
aku melihatmu, jadi aku ingin mengajakmu, kau mau yaaaa?” pinta kak Jennifer
pada Justin, ia mengalungkan kedua tangannya pada leher Justin, cukup membuatku
merasakan ada goresan-goresan yg pedih dihatiku. Ku lihat Justin mengangguk,
menandakan bahwa ia akan menemani kak Jennifer ke cafe.
“Carlynda ikut juga ya? Kan makin banyak makin rame!” seru
kak Jennifer, aku tersenyum lantas menggeleng, menolak ajakannya sesopan
mungkin.
“Terimakasih kak, aku tidak ingin mengganggu kalian berdua”
aku menjawab dengan senyuman yg kini bisa dibilang palsu.
“Astaga, jangan berpikiran seperti itu! Kami sama sekali
tidak merasa terganggu jika ada kau, justru akan lebih mengasyikkan bila ada
kau, ya kan sayang?” tanya kak Jennifer pada Justin, Justin menganggukkan
kepalanya setuju. Kembali aku tersenyum menanggapi permintaan mereka.
“Sekali lagi terimakasih sudah mengajakku. Tapi, ini sudah
terlalu sore dan badanku sudah sangat lengket, aku ingin cepat-cepat mandi.
Mungkin lain kali” sekali lagi aku menolak ajakan kak Jennifer dengan sesopan
mungkin.
“Hmm, baiklah kalau begitu. Eh, salam untuk mom dan dadmu
yaa. Kami duluan, Carls!” ucap kak Jennifer sambil melepas kaitan tangannya di
leher Justin.
“Iya, akan ku sampaikan” balasku
“Aku duluan ya, Carls. Nanti kalau ada tugas lagi, kau bisa
memanggilku lagi” kini Justin yg berucap.
“Ya, aku akan memanggil kakak seniorku yg bernama Justin
Drew Bieber ini kalau aku sudah kehabisan inspirasi. Hahahahahaha” ucapku
diikuti tawa yg semoga saja tak terdengar dipaksakan ditelinga mereka, kak
Jennifer dan Justin ikut tertawa mendengar ucapanku.
“Terimakasih ya untuk inspirasinya hari ini” ucapku lagi
berterimakasih pada Justin.
“Iya, sama-sama. Nah, Carls, kami duluan ya, bye!” ucap
Justin dan meraih tangan kak Jennifer untuk berjalan bersamanya. Aku masih
duduk dikursi taman tempat aku dan Justin duduk tadi.
Setelah
Justin dan kak Jennifer melangkah pergi dan mereka masih bisa ku lihat, aku
tersenyum memandangi Justin, mengingat ia belum sempat mendengar siapa nama
lelaki yg ku tunggu selama 1 tahun ini.
“Nama lelaki itu, Justin Drew Bieber, Just”
“If
you’re the reason I’m waiting for. I want and I will to waiting you here, no
matter how long it will need the time, provided that in the end everything I’ve been through it would be
happiness. Happiness with you, beside me” - @rahmamedinaa