Kamis, 22 Januari 2015

You Are The Reason I Am Waiting For


               “JANGAN ADA YANG TENGOK KANAN KIRI! SEMUANYA TUNDUK!” teriakan itu berulang kali masuk ke gendang telingaku, tapi apa peduliku?
“HEH! AKU BILANG TUNDUK! BUDEG ATAU APA SIH?!” teriak kaka tingkatku yg segera melangkah mendekatiku, aku balas menatapnya yg sudah sedari tadi menatapku garang,
“OH BERANI NGELIATIN AKU BALIK?! HAHAHA, GUYS, LIATIN DEH! BARU JADI JUNIOR UDAH BERANI NGELIATIN AKU GINI!” serunya dan tak lama setelah itu teman-temannya sudah berdatangan untuk mengelilingiku.
“Siapa nama kamu?!” tanya salah seorang dari mereka
“Carlynda” aku menjawab dengan santai
“BERANI NGEJAWAB KAMU?!” teriak yg lainnya
“kalo orang nanya itu ya dijawabkan?” aku menyahut sekenanya
“HEH! MANA KAKA PENDAMPINGNYA INI?!”
“Ada kak ada” sahut kaka pendampingku
“URUSIN NIH ANAK BUAH KAMU YANG SATU INI!” mereka seketika bubar
“Jangan seperti tadi lagi ya” pinta kaka pendampingku dengan lembut
“Iya, maaf ya” aku menjawab sambil menatapnya
“Tak apa” ia menjawab dengan senyum manisnya
Oh, senyuman itu yg sudah membuat aku semakin jatuh cinta padanya, bahkan sebelum aku melihat senyumnya pun, aku sudah terlebih dahulu jatuh cinta padanya.

                Oh iya, kenalin, aku Carlynda Angela McCan, orang-orang sering memanggilku Carlynda, aku baru saja memasuki jenjang kuliah dan tentang kakak pendampingku tadi, aku jatuh cinta padanya saat baru pertama kali melihatnya, saat itu aku tengah sibuk mencari kelompokku untuk masa orientasi, tak sengaja aku melihatnya dan saat itu juga aku terpesona akan dirinya. Aku segera berdo’a pada Tuhan agar ia menjadi kaka pendampingku nanti dan dengan segala kebaikan-Nya, Tuhan mengabulkan do’aku, how lucky I am!
“Carlynda?”
Lamunanku terbuyarkan seketika saat sebuah tangan melambai-lambai didepan wajahku.
“Ah iya?” tanyaku saat sudah sadar sepenuhnya dari lamunanku,
“Waktunya makan, ayo” kata kakak pendampingku ini, masih dengan nada yg lembut
“Ah, iya kak” aku mengikuti langkahnya
“Panggil saja Justin” ucapnya lagi
“I-iya Just” ucapku, diam-diam dibelakangnya aku menyunggingkan sebuah senyuman kebahagiaan.

~

“Hai” sapa Justin saat kami tak sengaja berpapasan
“Hai” sahutku dan memberikannya senyuman termanisku
“Mau ke mana?” tanya Justin, padahal aku baru saja ingin bertanya dia mau kemana
“Kantor” aku menjawab tanpa menghilangkan senyumku
“Oh, sama dong. Mau bareng?”
“Bukannya dari tadi kita secara tak sengaja sudah barengan?”
“Haha, iya yah. Mau ngapain ke kantor, Carls?”
“Ini, ngumpul tugas” jawabku sambil melirik tugas ditanganku,
“Telat ya ngumpulnya jadi cuma bawa punya kamu?” tebak Justin, yg sialnya tepat banget
“Hehe” aku cuma bisa nyengir dengan wajah konyol dihadapannya
“Emangnya tugas apa?” tanyanya lagi, kalo aja yg lagi nanya dari tadi ini bukan Justin, sudah aku pastikan, aku akan katakan kalo dia itu banyak tanya. Tapi, karna yg ada dihadapanku ini Justin, aku tak akan katakan kalau dia banyak tanya, malahan aku senang karna aku jadi bisa dekat sama Justin.
“Bikin lagu, kelamaan cari inspirasi. Hehe”
“Oh? Boleh liat?” pinta Justin, aku mengangguk sembari memberikan kertas laguku
“Bagus, bagus banget malahan” puji Justin yg masih melihat karyaku
“Makasih Justin” kataku dengan wajah yg sudah dipastikan merah
“Lain kali, kalo ada tugas membuat lagu lagi, panggil aja aku ya” ucap Justin dan menyerahkan kembali tugasku.
“Tapi-“
“Engga apa-apa kok, aku juga suka bikin lagu” sela Justin saat aku ingin menolaknya tawarannya
“Makasih ya”
“Iya, yaudah, aku ke sana dulu ya” ucap Justin setelah kami sudah memasuki kantor. Aku mengangguk dengan senyuman yg selalu tersampir diwajahku saat bersamanya.

~

                Tak terasa sekarang aku sudah naik tingkat, selama hampir 1 tahun ini aku cukup banyak meluangkan waktu bersama Justin, ia selalu membantuku saat dosen memberi tugas membuat lagu, mengingat aku dan Justin ada dalam satu jurusan yang sama, yaitu jurusan seni, membuat kami sering bertemu. Tentang perasaanku pada Justin, masih sama, aku masih mencintainya meski tak pernah ku ungkapkan, tak apa, aku sudah cukup bahagia saat ini, asal ia selalu ada disekitarku, aku sudah tenang.

~

                “Carlynda, sore nanti jadi kan?” tanya  Justin saat aku berada dikantin bersama teman-temanku.
“Oh? Tentu!” jawabku dan mengangguk padanya.
“Oke” sahut Justin sambil mengacungkan jempolnya dan berlalu pergi
“Ehm, ada yg mau jalan nih nanti sore” goda Alliana yg berhasil membuatku salah tingkah
“Ayolah Carls! Mau sampai kapan begini terus?” tanya Laura gemas
“Apaan yg mau sampai kapan?” tanyaku heran
“Oh Tuhan, berikan sahabatku ini sedikit kecerdasan!” Laura mengangkat tangannya berdo’a pada Tuhan, aku hanya mengernyitkan keningku heran.
“Kau sudah 1 tahun kan jatuh cinta pada pangeranmu?” tanya Alliana, aku mengangguk tanda membenarkan ucapannya.
“Nah, kau mau berapa lama lagi memendam perasaanmu itu?” kini giliran Laura yg bertanya.
“Entahlah” aku menggedikkan bahuku, mengatakan secara tidak langsung bahwa aku tidak tau.

~

                Aku sudah tiba ditaman tempat aku bertemu Justin sore ini, mungkin Justin belum datang, aku memilih duduk dikursi taman sambil menunggu Justin.
“Hai” sapa seseorang saat aku baru saja duduk
“Oh, hai Justin” aku balas menyapa Justin
“Sudah lama ya?” tanya Justin, ia mengambil tempat duduk tepat disampingku.
“Tidak, aku juga baru sampai” jawabku dan menatapnya dengan senyuman
“Jadi, kau sudah punya objek untuk gambaranmu hari ini?” tanya Justin lagi, ia balas menatapku, aku mengerucutkan bibirku, berhenti memandangnya dan menggelengkan kepalaku.
“Bagaimana kau menggambar aku yg juga sedang menggambar?” usul Justin sambil memainkan alisnya, kebetulan kami mendappat tugas yg sama, yaitu menggambar
“Ide yg tidak buruk. Hahahaha” ucapku
“Okay, apalagi yg ditunggu? Let’s drawing!” seru Justin

                Sekitar hampir 1 jam berkutat dengan pensil dan kertas gambar, akhirnya tugas kami selesai. Aku tersenyum puas atas hasil gambaranku, tiba-tiba Justin merebut gambaranku dan memandanginya, seperti sedang menilai-nilai gambaranku.
“Gambar yg tidak buruk” ucap Justin mengikuti nada bicaraku saat menyebut idenya tadi tidak buruk, aku hanya menanggapinya dengan kekehan.
“Carls?” panggil Justin yg membuatku berhenti terkekeh dan kembali menatapnya
“Ya?”
“Aku boleh bertanya sesuatu?” tanya Justin, kali ini ia terlihat serius
“Ya, apa?” tanyaku balik
“Apa kau memiliki kekasih?”
Aku terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Justin, aku tersenyum menanggapi pertanyaannya.
“Belum” aku menjawab singkat dan Justin langsung menolehkan kepalanya, menatapku,
“Kenapa?”
“Aku masih menunggu seseorang” ucapku tanpa memandangnya, aku masih tersenyum dan menundukkan kepalaku sejenak
“Menunggu? Sudah berapa lama?” Justin terlihat tertarik dengan obrolan ini, bahkan ia menghadapkan badannya kearahku
“Kau ini ingin tau sekali” sungutku
“Hahahaha, yaaa kalau kau tak keberatan” ia mengangkat kedua bahunya. Aku menimbang-nimbang permintaannya sebentar.
“Yah, baiklah” akhirnya kalimat itu keluar dari mulutku, ku lihat mata Justin g terlihat berbinar, aku kembali pada posisiku semula
“Sudah 1 tahun-“
“APA?!” Justin memekik tak percaya
“Justin, kau percaya tidak dengan cinta pada pandangan pertama?” aku bertanya sambil menoleh ke arahnya yg sudahh menghadap ke arahku dengan sempurna.
“Ya, aku percaya, karna cinta bisa datang kapan saja, tak terkecuali saat kau melihatnya pertama kali” jawab Justin, aku kembali tersenyum dan menghadapkan wajahku  kembali ke depan.
“Aku juga percaya akan hal itu. Karna kini aku merasakannya. Ya, apa yg ada dipikiranmu benar Justin, aku mencintainya sejak pertama kali melihatnya”
“Kau mau menceritakannya padaku?” pinta Justin lembut, aku mengangguk tanpa memandangnya.
“Saat itu aku tengah sibuk dengan kegiatanku, tak sengaja pandanganku terhenti padanya, ia begitu mempesona. Entah kenapa, rasanya seperti ada kupu-kupu yg berterbangan diperutku kala itu. Aku berdo’a pada Tuhan agar aku bisa mengenalnya dan Tuhan mendengar do’aku, Ia sunggu berbaik hati padaku, Ia mengabulkan do’aku, aku dapat mengenal lelaki itu. It’s makes me so happy” aku menceritakan kejadian saat pertama kali jatuh cinta pada Justin dengan senyuman yg semakin mengembang diwajahku.
“Semakin hari, aku semakin dekat dengannya. Ia benar-benar baik hati padaku, juga pada orang lain. Tapi, aku merasakan ada yg berbeda setiap  ia memandangku, entah ini hanya perasaanku saja atau apa. Aku tidak ingin cepat-cepat mengambil kesimpulan bahwa ia memiliki perasaan yg sama seperti yg ku rasakan padanya. Ia sangat baik pada semua orang. Aku tidak ingin terlalu percaya diri untuk mengatakan bahwa ia memiliki perasaan yg sama seperti apa yg ku rasakan. Tapi, aku juga terlalu takut untuk menghadapi  kenyataan kalau ia tidak memiliki perasaan yg sama denganku. Mungkin jika orang-orang mendengar ceritaku ini, ia akan memberi saran, ‘ungkapkan saja, setidaknya itu membuatmu lega karna telah menyampaikan perasaanmu padanya selama ini’, tapi sekali lagi aku katakan, aku takut menghadapi kenyataan jika ia tidak memiliki perasaaan yg sama denganku. Segala perhatian yg ia berikan pun berhasil membuatku melayang dan sekali lagi Justin, ak mengatakan ini” sejenak aku menatap Justin yg juga tengah menatapku dengan tatapan ingin tau.
“Aku takut jika perhatiannya yg seperti itu bukan hanya untukku. Tapi, juga untuk orang lain, mungkin aku saja yg tidak tau. Aku mungkin pengecut, terlalu takut mengatakan padanya bahwa aku menyayanginya, aku ingin memilikinya. Mungkin aku terlalu takut untuk mendengar jawabannya yg bisa saja tidak sesuai dengan harapanku. Tapi tak apa, it’s real me, Justin, with everything I have. Dan hari ini, tepat 1 tahun semenjak aku menjatuhkan hatiku padanya, tak pernah sekalipun ku ungkapkan padanya, tapi aku membiarkan mataku yg berbicara. Kau tau kan, Just? Mata tak pernah berbohong, sekalipun tak akan pernah” kembali ku tatap Justin yg masih setia mendengar ceritaku, Justin tersenyum dan mengangguk setuju atas perkataanku tadi dan senyum itu juga tercetak diwajahku, ku tatap mata indahnya sejenak dan kembali pada posisiku semula.
“Entah sampai kapan perasaan ini akan bersarang dihatiku, sudah memakan waktu 1 tahun dan ia belum juga tau tentang perasaaanku. Hati manusia bisa saja kan berubah-ubah, aku tak akan tau apa yg akan terjadi pada perasaanku besok, lusa, 1 minggu ke depan, 1 bulan yg akan datang, 1 tahun yg akan datang, atau bahkan 10 tahun yg akan datang? Aku tak akan tau, bisa saja aku bertemu lelaki lain dan jatuh cinta padanya atau aku tetap menunggu lelaki itu sampai ia sadar bahwa ada aku disini, menunggunya tanpa rasa lelah. Tapi, untuk hari ini, untk jam ini, untuk menit ini, untuk detik ini, untuk sore ini dan untuk waktu ini, aku masih dengan mantap mengatakan bahwa aku masih mencintainya setulus hatiku dan aku berharap ia akan segera tau tentang perasaanku, mungkin setelah ia tau ia akan membalas perasaanku?” aku kembali menoleh ke arah Justin seolah memberi pertanyaan padanya,
“Ya, aku selalu berharap yg terbaik untukmu, Carls. Kau tau, Carls? Aku sudah banyak mendengar wanita mengatakan bahwa lelaki itu tidak peka, tidak sadar kalau mereka, ‘para wanita’, mencintai para lelaki. Tapi, terkadang juga ada Carls, lelaki yg memang sadar kalau seorang wanita tengah menyukainya, tapi ia memilih diam karna ia ingin tau seberapa jauh wanita itu memerlukannya. Kau paham kan?” tanya Justin setelah ia menjelaskan bagaimana kemungkinan isi hati para lelaki.
“Ya, aku paham. Terimakasih sudah memberitauku” ucapku berterimakasih pada Justin.
“Emm, kalau boleh aku tau, siapa nama lelaki beruntung yg sudah membuat seorang Carlynda jatuh cinta pada pandangan pertama?” kembali Justin terlihat sangat ingin tau, tapi tak masalah, aku suka pancaran matanya ketika ia ingin tau sesuatu.
“Kau yakin benar-benar ingin tau?” aku bertanya untuk memastikan apakah ia benar-benar ingin tau. Apakah aku harus mengatakannya sekarang? Aku memikirkan apa kata Justin tadi, apa Justin sudah  sadar kalau orang  yg ku maksud dalam ceritaku tadi adalah ia? Dan kalaupun Justin sudah sadar bahwa orang itu adalah dia, apa benar ia hanya ingin tau seberapa jauh aku memerlukannya?
“Ya, aku ingin tau, sangat ingin!” seru Justin penasaran
“Baiklah” aku menarik nafas sejenak untuk menetralisir kemungkinan yg mungkin saja terjadi setelah aku mengatakan ini.
“Namanya-“
“Justin?” suara seorang wanita membuat kalimat yg sudah ingin ku ucapkan kembali tertelan.
“Jennifer?” Justin menoleh ke arah sumber suara, begitupun aku.
“Hai sayang, apa yg kau lakukan disini? Oh hai Carls!” sapa kak Jennifer saat ia melihat keberadaanku.
“Hai kak” aku menyapanya balik dengan senyum canggung, bagaimana tidak canggung, aku tengah bersama kekasihnya ditaman ini!
“Aku sedang mengerjakan tugasku, Mr. Herrich memberikan tugas menggambar dan tak disangka-sangka, Carlynda juga diberi tugas yg sama, jadi kami memutuskan untuk menggambar bersama” jelas Justin.

                Kak Jennifer berbeda jurusan dengan Justin, sudah pasti tugas yg diberi dosen pun berbeda. Aku percaya, kak Jennifer tidak akan berpikiran yg tidak-tidak tentang kami, karna ia tau bahwa aku sering terlambat mengumpul tugas karna terlalu lama mencari inspirasi, jadi ia tau kalau Justin sering membantuku mencari inspirasi. Aku cukup dekat dengan kak Jennifer, selain karna ia kekasih Justin, ia juga tetanggaku.
“Kau mau ke mana, sayang?” tanya Justin pada kak Jennifer.
Tak perlu ditanyakan apakah hatiku hancur lebur melihat ini, tak apa, aku sudah biasa melihatnya, hatiku masih cukup kuat  untuk menahan sakit ini.
“Aku ingin ke cafe di seberang jalan sana, tapi tak sengaja aku melihatmu, jadi aku ingin mengajakmu, kau mau yaaaa?” pinta kak Jennifer pada Justin, ia mengalungkan kedua tangannya pada leher Justin, cukup membuatku merasakan ada goresan-goresan yg pedih dihatiku. Ku lihat Justin mengangguk, menandakan bahwa ia akan menemani kak Jennifer ke cafe.
“Carlynda ikut juga ya? Kan makin banyak makin rame!” seru kak Jennifer, aku tersenyum lantas menggeleng, menolak ajakannya sesopan mungkin.
“Terimakasih kak, aku tidak ingin mengganggu kalian berdua” aku menjawab dengan senyuman yg kini bisa dibilang palsu.
“Astaga, jangan berpikiran seperti itu! Kami sama sekali tidak merasa terganggu jika ada kau, justru akan lebih mengasyikkan bila ada kau, ya kan sayang?” tanya kak Jennifer pada Justin, Justin menganggukkan kepalanya setuju. Kembali aku tersenyum menanggapi permintaan mereka.
“Sekali lagi terimakasih sudah mengajakku. Tapi, ini sudah terlalu sore dan badanku sudah sangat lengket, aku ingin cepat-cepat mandi. Mungkin lain kali” sekali lagi aku menolak ajakan kak Jennifer dengan sesopan mungkin.
“Hmm, baiklah kalau begitu. Eh, salam untuk mom dan dadmu yaa. Kami duluan, Carls!” ucap kak Jennifer sambil melepas kaitan tangannya di leher Justin.
“Iya, akan ku sampaikan” balasku
“Aku duluan ya, Carls. Nanti kalau ada tugas lagi, kau bisa memanggilku lagi” kini Justin yg berucap.
“Ya, aku akan memanggil kakak seniorku yg bernama Justin Drew Bieber ini kalau aku sudah kehabisan inspirasi. Hahahahahaha” ucapku diikuti tawa yg semoga saja tak terdengar dipaksakan ditelinga mereka, kak Jennifer dan Justin ikut tertawa mendengar ucapanku.
“Terimakasih ya untuk inspirasinya hari ini” ucapku lagi berterimakasih pada Justin.
“Iya, sama-sama. Nah, Carls, kami duluan ya, bye!” ucap Justin dan meraih tangan kak Jennifer untuk berjalan bersamanya. Aku masih duduk dikursi taman tempat aku dan Justin duduk tadi.

                Setelah Justin dan kak Jennifer melangkah pergi dan mereka masih bisa ku lihat, aku tersenyum memandangi Justin, mengingat ia belum sempat mendengar siapa nama lelaki yg ku tunggu selama 1 tahun ini.
“Nama lelaki itu, Justin Drew Bieber, Just”







                “If you’re the reason I’m waiting for. I want and I will to waiting you here, no matter how long it will need the time, provided that in the end everything I’ve been through it would be happiness. Happiness with you, beside me” - @rahmamedinaa